Oleh: arkeologibawahair | 1 Oktober 2010

Potensi Arkeologi Bawah Air Kurang Diperhatikan

Antaranews.com, Rabu, 28 Juli 2010 – Penggalian benda arkeologi (peninggalan sejarah) yang berada di bawah air masih belum mendapat perhatian serius oleh pemerintah daerah karena faktor keterbatasan teknologi dan biaya.

Direktur Peninggalan Arkeologi Bawah Air Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi di Serang, Senin mengatakan, selama ini pemerintah baik di pusat maupun daerah masih terbentur dengan tiga permasalahan yang dihadapi untuk melakukan pemetaan dan penggalian benda peninggalan sejarah yang berada di bawah air.

“Pemanfaatan potensi sumber daya peninggalan bawah air sampai saat ini belum dilakukan secara optimal, karena kemampuan kita yang terbatas,” kata Surya Helmi usai Seminar Pengenalan Tinggalan Arkeologi Bawah Air yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.

Ia mengatakan, masih kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap penggalian benda peninggalan bawah air tersebut, disebabkan penggalian arkeologi bawah air membutuhkan biaya besar, memerlukan teknologi tinggi dan tingkat risiko yang tinggi.

Padahal, kata Helmi, potensi arkeologi bawah air di Indonesia sangat besar, karena perairan Indonesia memiliki posisi strategis sebagai perlintasan kapal-kapal perdagangan China, Arab dan Eropa pada jaman dahulu.

“Kapal dagang jaman dahulu tidak secanggih kapal sekarang ini. Sehingga diperkirakan ribuan kapal dagang tersebut tenggelam di perairan Nusantara,” kata Helmi.

Namun demikian, kata Helmi, pemerintah juga saat ini belum memiliki data resmi mengenai keberadaan benda peninggalan bawah air tersebut karena keterbatasan kemampuan teknologi dan biaya.

Saat ini pihaknya juga berencana melakukan kerja sama dengan negara lain yang memiliki teknologi tinggi dan ada keterkaitan dengan sejarah perdagangan masa lalu di perairan Nusantara.

Kepala Disbudpar Banten Egi Djanuiswaty mengatakan, perairan Banten memiliki potensi peninggalan bawah air seperti di perairan Selat Sunda, Teluk Banten, Tanjung Kait, Tanjung Pontang dan di perairan Tangerang serta dekat Kepulauan Seribu.

“Kami akan bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan pemetaan. Saat ini baru melakukan pengenalan kepada masyarakat,” kata Egy.

Ia mengatakan, perhatian pemerintah daerah terhadap arkeologi bawah air ini memang masih kurang karena keterbatasan kemampuan dan biaya serta masyarakat belum begitu mengenal masalah tersebut.


Tinggalkan komentar

Kategori